Tulisan #duaratusdelapanbelashari

Jumat, 10 November 2017

Tulisan #duaratusdelapanbelashari



Hai Tuan yang entah mengapa selalu kurindu, aku hanya ingin menyapamu, mengingatkanmu tentang dua ratus delapan belas hari kebersamaan kita. Sejak saat kamu tanyakan aku untuk menjadi teman hidupku, segala yang ada dihidupku, berubah arah kepadamu. Bahagiaku, hanya jika ada dirimu. Cita-citaku, hanya agar bisa hidup bersamamu. Senyumku, hanya jika aku menatap mata teduhmu. Tawaku, hanya jika mendengar suara beratmu.

Aku ingin kamu tahu, kamu adalah orang yang sangat aku hargai keberadaannya, yang aku tunggu pesan singkatnya dan yang aku rindukan kehadirannya. Kamu, penyemangatku melewati hari-hari, bahkan yang terberat sekalipun. Sumber satu-satunya segala tulisanku bisa tercipta. Sebegitunya? Iya. Begitulah.

Kamu teman malamku. Ketika mata kecilku ini menolak untuk dipejamkan, segera segala angan tentangmu memenuhi otakku. Hari-hari yang kita jalani, segalanya yang kita lewati, seperti film yang terputar ulang dikelopak mataku. Kata-kata dan segala janji yang pernah kamu ucapkan, seperti dongeng yang mendayu. Momen tak hanya sekedar lewat, tapi meninggalkan jejak. Wajah yang meninggalkan nama, interaksi yang meninggalkan koneksi, juga setiap kesan yang meningalkan kenangan. Dan kita? Kita tersimpan dalam banyak ingatan. Demi Tuhan, Tuan, berjanjilah itu bukan hayalku saja.

Kamu mentari pagi pembakar semangatku. Saat hari terasa begitu berat bagiku untuk dilewati, bayangan hidup bahagia bersamamu yang menyadarkanku. Seperti mendapat tenaga ekstra, bayangan tawamu bisa membuatku mengalahkan rasa muakku pada rutinitas kerja yang membosankan. Satu kata janji untuk segera bertemu, bisa membakar beribu-ribu semangatku untuk segera menyelesaikan segala urusan pada hari itu. Jangan akhiri ini Tuan, tak bisa kubayangkan apa jadinya jika tak ada lagi kata janji itu.

Kamu satu-satunya permintaan pada pukul 11:11-ku. Iya, hanya kamu yang kuminta. Percayalah, tak perlu kamu bertanya padaku seberapa besar rasa yang ada untumu. Tanyakan pada Tuhan. Kurasa dia sudah bosan mendengar selipan namamu dalam doaku. Kebaikan bagimu, kemudahan untukmu, kelancaran segala urusanmu, sudah menjadi kata-kata wajib tiap kali aku menghadap-Nya. Aku tak banyak meminta. Hanya agar aku menjadi seorang yang pantas mendampingimu menghabisi sisa usia.

Sejak dua april lalu, ruang didalam hatiku terbuka. Ruang dimana AKU dan KAMU menjelma menjadi kita. Ruang dimana yang ada hanya kita berdua. Ruang dimana tak ada orang lain yang bisa menatapmu lebih dalam kecuali aku. Ruang dimana aku bisa merasakan masa depan kita terasa begitu dekat, begitu nyata.

Tuan, bukan tak pernah hatiku tergores karnamu. Bukan tak sering air mata ini menetes karna ulahmu. Sering perkelahian terjadi menyelingi cerita kita, tapi tak sedikitpun itu mengurangi rasaku untuk tetap bersamamu. Sering aku merasa tak pantas berada didekatmu, tapi dengan berbagai cara kamu selalu bisa kembali meyakinkanku, bahwa kamu pantas untuk ku pertahankan.

Aku harap segala rasa bahagia yang aku rasakan ini mejadi bahagiamu juga.

Terima kasih Tuan, untuk dua ratus delapan belas harinya, untuk beratus-ratus kebaikannya, untuk beribu-ribu rasa cintanya.

Terima kasih, untuk segala sabar menghadapiku, segala maklum memaafkanku, segala amarah demi kebaikanku.

Sebaik-baiknya aku, adalah lebih baik kamu yang sudah membuatku menjadi lebih baik.

Ini bahagiaku, jika kamu ingin tahu. Bahagia ketika menemukan seseorang yang karna sebabnya aku menjadi seseorang yang lebih baik lagi.

Terima kasih.

0 komentar :

Posting Komentar